NDU ANGA DAN KAMBA TOLO

Pada awal musim hujan ketika orang mulai membersihkan kebun dan menanam bibit jagung dan kacang  orang desa Worwatu melakukan sebuah upacara yang disebut Tu Awu Dapu. Upacara ini berupa ritual pembersihan  wisi wiwi kobi dema, membersihkan diri yang keluar dari mulut (wiwi) dan lidah (dema). Dalam persembahan tersebut ada potongan helai daun lontar yang berisi ludah dan lendir hasil kerokan dari permukaan lidah.   Upacara yang sama dilakukan pada awal musim panas setelah panen. Pada saat itu lahan-lahan pada kering dan orang mulai mengarahkan perhatian pada pekerjaan ndu anga (membuat periuk) dari tanah liat.

Ndu anga (membuat periuk) adalah ketrampilan yang hanya dimiliki oleh kaum perempuan. Kalau kita ke desa-desa di wilayah Keo Tengah, kita akan menjumpai  orang desa Worowatu yang melakukan pekerjaan ndu anga (membuat periuk) dari tanah. Ketrampilan ini bukan asli orang Worowatu. Tetapi menurut cerita ini adalah ketrampilan pendatang, yaitu seorang wanita yang diperisteri oleh orang Worowatu. Wanita ini berasal dari Tonggo, di mana ada kebiasaan membuat periuk (ndu anga).

Sejak para leluhur tidak ada orang yang membuat periuk tanah di wilayah ini. Pada hal di wilayah ini tersedia tanah merah berlimpah. Ketika wanita pendatang ini memperkenalkan budaya ini, masyarakat senang dan mengaguminya. Tetapi masyarakat adat Worowatu tidak begitu saja menerima kegiatan seperti ini. Bagi masyarakat setempat hal ini adalah tabu dan itu berarti juga pemali.  Untuk melepaskan masyarakat adat dari ikatan hukum pemali dilakukan penyembelihan hewan. Karena ini adalah sebuah kegiatan besar dan menonjol maka dikorbankan adalah seekor kamba tolo (kerbau merah).

Mengapa ada pemilihan jenis kerbau, dan pilihannya adalah kamba tolo (kerbau merah), saya tidak tahu.  Tahukah Anda? Masukannya saya harap bisa memperkaya pengetahuan tentang hal ini.

Tentang Ata Lomba

Nagekeo kabupatenku. Keo Tengah Kecamatanku. Maunori tempat ari-ariku. Mauromba tempatku belajar merenangi laut Sawu dan melewati Sekolah Dasar. Mataloko dan Ledalero almamaterku. Jakarta tempat ku berlabuh.
Pos ini dipublikasikan di ADAT & BUDAYA. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar