Suatu saat bersama isteri dan anak saya kami pergi melihat hasil test masuk SMA Tarakanita, sebuah sekolah favorit di Jakarta. Sebagai orang tua, saya dan isteri sudah sepakat anak-anak harus belajar di sekolah terbaik. Dan ini sekolah pilihan kami. Dalam perjalanan mendekati sekolah, anak saya mengatakan: ‘”Pa kalo Emi nggak lulus bagaimana?” Saya mengatakan: ” Ya, yang jelas kamu tetap anak papa.” Ketika sampai di sekolah, kami tidak menemukan nama anak saya dalam daftar orang yang lulus.
Keesokan harinya saya langsung membeli tiket pesawat dan pergi mendaftarkannya di SMA van Lith Muntilan. Setelah tiba di Jogyakarta langsung naik bus ke Muntilan. Saya berada di sana pada hari terakhir pendaftaran. Beberapa hari kemudian saya dan anak saya kembali naik pesawat untuk mengikuti test. Dan dia termasuk yang lulus. Belakang hari kami tahu dari tetangga, anak saya menginginkan sekolah di tempat ini. Rupanya ketidak lulusan agak disengaja.
Berkali-kali dalam berbagai kesempatan selalu saya katakan pada anak-anak supaya lakukan yang terbaik. Ingat bahwa masing-masing bertanggungjawab atas semua kesalahannya. Tetapi apa pun kesalahannya saya akan menjadi ayah bagi mereka. “Kamu tetap anakku”, kataku. Apa pun yang mereka lakukan pintu hati seorang ayah akan selalu terbuka. Itulah hati orang tua, itulah kasih ibu. Hanya memberi dan memberi. Hati yang selalu kaya dan siap menyambut untuk tetap memberi. Karena “kamu tetap anakku”.